Seandainya (Cerpen) *Bagian 1*
Gadis manis
berseragam putih abu-abu itu berjalan tergesa-gesa di koridor sekolahnya hendak
menuju ke perpustakaan. Hari memang sudah sore. Sekolah juga sudah bubar
semenjak 15 menit yang lalu. Namun ada tugas yang harus dikerjakannya sore ini
juga dan tidak bisa dipending. Gurunya yang satu ini terkenal tidak akan
memberikan kompensasi apapun pada muridnya. Akibat dari buku yang memang
terbatas, jadilah Ia tidak bisa mengerjakan tugasnya itu di rumah.
Setelah mendapatkan
buku yang diperlukannya, Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruan
perpustakaan itu. Sepi. Hanya ada satu orang siswa yang tengah menelungkupkan
wajahnya ke dalan kedua tangannya yang dilipatkan di atas meja. Sepertinya
siswa itu sedang tertidur.
Masa bodolah. Gadis
itu duduk di hadapan siswa yang tengah tertidur itu. Untung saja masih ada
siswa ini. jadi Ia tidak sendirian di dalam perpustakaan yang sudah sedikit
gelap akibat cuaca di luar yang juga sudah sangat gelap. Sepertinya akan turun
hujan sore itu.
Gadis itu mulai
membuka bukunya dan mengerjakan tugasnya. Menyalin jawaban demi jawaban dari
soal yang ada.
Ia memang bukan
gadis dari kalangan keluarga konglomerat seperti kebanyakan teman-teman di
sekolahnya yang bisa terbilang elit itu. Ia masuk ke sekolah itupun karena prestasi
yang diraihnya ketika SMP. Mulai dari akademis sampai non akademis.
Banyak piagam yang
ketika pendaftaran dibawanya ke sekolah. Para guru salut dengan prestasi yang
diraihnya. Dan alhasil, Ia diterima di sekolah itu dengan beasiswa yang sudah
terjamin selama tiga tahun. Selama hampir satu tahun bersekolah di sana, Ia
juga sering memenangkan lomba. Ia sering mengharumkan nama sekolahnya.
Namanya Alyssa.
Alyssa Saufika Umari. Teman-temannya biasa memanggilnya Ify. Gadis manis yang
cerdas. Meski sedikit jutek, Ify disegani oleh teman-temannya karena Ia baik
hati. Selain cerdas, ia juga jago memainkan piano. Suaranya juga bagus dan
merdu. Banyak teman-temannya yang ingin bisa sepertinya. Tapi bukankah tak ada
manusia yang sempurna?
Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 18.00. Adzan mahgrib mulai berkumandang. Ifypun tersadar
bahwa hari sudah hampir malam.
“Yah, udah maghrib
ya??? Untung udah selesai nih tugas gue..”
Ify merapikan
buku-bukunya. Setelah semuanya masuk ke dalam tasnya, Ia melihat laki-laki di
depannya itu.
“Nih orang tidur
apa mati?” gumamnya sedikit bingung. Pasalnya dari tadi siswa yang mengenakan
seragam yang sama seperti dirinya itu tidak bergerak sama sekali. Hanya
sesekali terdengar dengkuran saja. Ify melambai-lambaikan tangannya di depan
wajah laki-laki yang kini membuat tangannya menajdi bantal itu.
Tidak ada
tanggapan. Nyenyak banget ya? Ify mengangkat kedua bahunya. Tidak
memperdulikannya. Ia pun bangkit dari duduknya dan segera pergi dari
perpustakaan. Namun ketika Ia mencoba membuka handle pintunya, pintu tidak
bergerak terbuka. Berulang kali Ify mencobanya, namun tetap saja keadaan pintu
tidak berubah menjadi terbuka. Jangan-jangan Ia terkunci.
“Yah, masa dikunci
sih???” sunggut Ify sedikit panik dan bingung.
Ify kembali ke meja
tadi. Ia melihat laki-laki itu. Masih belum berubah posisinya. Juga belum
membuka matanya. Ify bimbang. Bangunkan? Atau Ia tunggu sampai laki-laki ini
bangun? Tapi sampai kapan?
“Ah, bangunin aja,
ah… iya kalo bangunnya sebentar lagi, kalo besok pagi? Males banget kan ke
kunci di sini… Mana ujan lagi di luar..”
Ify pun mencoba
membangunkan laki-laki itu. Di sentuhnya bahu laki-laki itu lalu digoyangkannya
perlahan.
“Eh, bangun!!
Bangun!!”
Ternyata meskipun
tukang tidur, namun laki-laki itu bukan kebo. Ia langsung tersentak bangun. Ia
celingak-celinguk entah untuk apa. Lalu dilihatnya Ify yang berdiri di
sampingnya sambil memandangnya.
“Eh, ngapain sih lo
pake acara bangunin gue segala?!!” tanyanya kesal.
“Iiih, elo tuh
tidur tapi kaya orang mati tau ga?! Kita kekunci nih di perpus….”
“Lo anak kelas
sepuluh kan? Songong amat lo bilang kaya gitu.”
“Duh, sori deh..
kepepet!”
Laki-laki itupun
bangkit dari duduknya dan segera melangkah menuju pintu. Ify mengikutinya.
Setelah beberapa
mencoba kali membuka pintu namun tidak bisa, laki-laki itu menendang pintu itu.
“Sial!!” cercanya.
“Terus gimana
dong???” tanya Ify mulai panik.
“Ya mana gue tau..
Orang pintunya ke kunci…”
JEDEEEER JEDEEEER
JEDEEEER
Petir di luar
menyambar-nyambar membuat Ify yang memang takut pada petir reflek memeluk
laki-laki itu.
“Huaaa huaaa gue
takut gue takut!!” teriak Ify panik.
Laki-laki yang
belum diketahui namanya oleh Ify itu kaget ketika Ify memeluknya langsung tanpa
meminta izin.
“Eh eh ngapain
peluk peluk gue….” Laki-laki itu melepaskan tangan Ify yang melingkar di
pinggangnya.
Ify tersadar dari
ketakutannya. Lalu menunduk malu.
“Eh sori sori….
Yaudah itu cepetan bukain pintunya. Udah gelep nih, gue takut.” Suruh Ify
berusaha menyamarkan saltingnya.
“Gimana mau
dibuka??! Pintunya ke kunci gitu… guekan ga punya kuncinya.”
“Oh iya ya.. Ya lo
dobrak kek. Lo kan cowo! Walaupun badan lo…. em.. cungkring kaya gitu…”
“Songong bet lu ya?
lo ga punya kaca apa?”
“Ga ada waktu buat
ribut! Ayo buruan dobrak!!”
Laki-laki itu
menghela nafas berat sambil menatap pintu di depannya. Mudah-mudahan saja Ia
bisa mendobrak pintu ini dengan tubuhnya yang…. Hem sudahlah tak perlu
dideskripsikan.
“Mundur lo!!”
suruhnya pada Ify. Ifypun mundur beberapa langkah menjauhi pintu da laki-laki
itu.
“satu… dua… tiga…”
BRAAK!!!
Pintupun berhasil
dibuka oleh laki-laki itu. Dengan perasaan lega, Ify berlari menghampiri
laki-laki itu.
“Makasih ya, Mas.
Kalo ga ada mas, gatau deh gue jadinya gimana…”
Laki-laki itu
menatap Ify yang sudah berdiri di sebelahnya sambil memicingkan matanya. Lalu
menghembuskan nafas kesal.
“Mas mas, lo pikir
gue tukang jualan di kantin apa?! Gue punya nama… kenalin, nama gue Mario,”
Laki-laki yang mengaku bernama Mario itu mengulurkan tangannya pada Ify. Ify menatap
tangan itu lalu tertawa kecil. Dijabatnya tangan Mario.
“Oke deh, Kak
Mario… Gue Ify,”
“Gausah Mario,
kepanjangan. Cukup Rio aja…,” Ify tersenyum sambil mengangguk-angguk.
Tiba-tiba Rio
melihat sebuah cairan kental berwarna merah keluar dari hidung gadis di
sebelahnya itu. Sedikit kaget, Rio menunjuk hidung Ify.
“Eh, itu kok ada
darah? Lo mimisan?”
Ify langsung
menyentuh hidungnya. Ternyata benar. Ada sebercak darah yang menempel di
jemarinya. Dengan tangannya, Ify mencoba menyumbat dan membersihkan darah itu.
Namun tetap saja, darah itu terus mengalir, meski tidak terlalu deras.
Rio teringat bahwa
tadi Ia sempat memasukkan sebuah sapu tangan ke dalam saku celananya. Ia
langsung merogoh sakunya, dan mendapatkan sebuah sapu tangan berwarna biru. Riopun
langsung membantu Ify menyumbat dan membersihkan darah yang keluar.
“Lo sakit ya, Fy?
Lo pucet banget tuh..”
“Mungkin cuma
kedinginan aja kali kak. Gue emang suka begini kalo kedinginan,” Ify tersenyum
tipis.
“Kedinginan?” Rio
langsung teringat, sekarang memang lagi turun hujan yang cukup deras. Rio
langsung melepaskan jaket yang dikenakannya, lalu menyelimuti Ify.
“Makasih ya, Kak.
Baru aja beberapa menit yang lalu kita kenal, gue udah ngerepotin lo kaya
gini,” lirih Ify merasa tak enak hati.
“Ngerepotin? Engga
kok. Santai aja. Sekarang kan masih ujan nih, kita pulangnya nunggu sampe
sedikit reda aja ya? Entar gue anterin lo pulang kok, tenang aja. Kalopulang
sekarang, entar lo keujanan malah sakit lagi,”
Ify tersenyum pada
Rio lalu mengangguk. Riopun membalas senyum Ify. Membuat hati Ify mendadak
berdebar tak karuan. Pipinya seketika memanas dan mungkin memerah. Ify langsung
mengalihkan pandangannya ke arah yang berlawanan, menyembunyikan rona merah di
pipinya yang mungkin memang sudah tersamar oleh gelapnya senja. Semoga saja Rio
tidak menyadarinya. Doa Ify dalam hati.
*******
Siswa-siswi
berlalulalang di kantin. Kantin ramai sekali. Bahkan banyak murid yag tidak
mendapatkan tempat duduk untuk makan karena kantin benar-benar sangat penuh.
Tak terkecuali Ify yang celingak-celinguk mencari tempat kosong dengan nampan
di tangannya yang berisi mie ayam dan sebotol teh.
Tiba-tiba matanya
berhenti di satu sosok yang tengah duduk sambil mengaduk-aduk minumannya. Ify
jadi teringat akan sapu tangan dan jaket yang kemaren dipinjamkan padanya. Ify
tersenyum lalu melangkah menuju ke mejanya.
“Hey, Kak Rio…”
sapa Ify dengan senyum ceria tergambar jelas di wajahnya. Rio yang merasa
namanya dipanggil, langsung menoleh ke Ify.
“Eh, Ify… Duduk,
Fy,” Rio menawari. Ify mengangguk, lalu meletakkan nampan yang dibawanya di
atas meja. Dan duduk di kursi di hadapan Rio.
“Makan, Kak,”
“Iya, makasih,”
Ifypun mulai
melahap makanannya. Sambil mereka mengobrol sesekali bercanda. Tiba-tiba Ify
kembali teringat dengan sapu tangan dan jaket Rio.
“Oh ya, Kak. Nih
sapu tangan lo. udah gue cuci sampe bersih. Kalo jaketnya belum kering,” Ify
mengulurkan sapu tangan Rio.
“Ngapain dibalikin?
Gue kan ga nyuruh lo balikin,”
“Ya tapikan gue
minjem, masa ga dibalikin,”
“Udah simpan, buat
lo aja,”
“Serius lo kak?”
Rio mengangguk.
“Yaudah deh,
makasih ya, Kak,”
“Yap. Eh ntar malem
jalan yuk?!” ajak Rio.
“Ha?” Ify yang
tadinya ingin menyuapkan sesuap (?) mie ayam mengurungkan niatnya setelah
mendengar ajakan Rio.
“Kenapa?”
“Gapapa sih,” Ify
kembali melanjutkan aktifitasnya yang tadi sempat diurungkannya dalam waktu
beberapa menit. Sejujurnya, ini adalah ajakan pertama seorang laki-laki
padanya. Terlebih lagi yang mengajaknya adalah Rio. Jantungnya berdebar cepat.
Namun ia berusaha menyembunyikannya.
“Yaudah, mau ga?”
“Ke mana?”
“Jalan…,”
“Iya, jalan ke
mana?”
“Siniin tangan
lo!!” pinta Rio sambil mengeluarkan pulpen dari saku celananya.
Ify mengerutkan
keningnya, namun tetap mengulurkan tangan kirinya pada Rio. Rio memajukan
tubuhnya, lalu menuliskan sebuah alamat di telapak tangan Ify.
“Emang ga
dijemput?” tanya Ify dengan polosnya.
“Kalo dijemput
berarti kita ngedate dong? Inikan cuma jalan biasa,” jawab Rio dengan
santainya. Membuat Ify mengerucutkan bibirnya, manyun.
“Jangan lupa ya
ntar malem jam tujuh. Gue tunggu!” Rio bangkit berdiri, kemudian berlalu pergi.
Ify menatap
punggung Rio yang semakin menjauh. Lalu menatap telapak tangannya yang
bertuliskan tulisan tangan Rio. Ify terkikik kecil.
*******
Jarum jam menunjukkan
pukul setengah tujuh malam. Tedengar decitan melengking kayu pertanda pintu
kamar Ify dibuka. Sang ayah masuk ke dalam kamar dan melihat putrinya sudah
terlelap tidur di bawah selimut. Beliau tersenyum dan mengecup kening Ify.
Kemudian keluar lagi dari kamar Ify.
Setelah memastikan
pintu sudah ditutup rapat dan langkah kaki sang ayah sudah semakin menjauh, Ify
membuka selimutnya dan kembali berdiri di depan cermin. Setelah yakin
dandanannya sudah rapi dan menganggumkan, Ify segera membuka jendela dan melompat
turun.
Ify memang tidak
diizinkan berteman dekat dengan seorang laki-laki. Maka dari itu, Ia belum
pernah berpacaran. Rio adalah teman dekat laki-laki pertama yang dimilikinya.
Ayahnya tidak suka jika Ia dekat dengan laki-laki dan semuanya akan kacau
termasuk segala prestasinya.
Dibalik segala
keunggulan dan prestasinya, Ify tetaplah manusia biasa. Ia tak dapat
menghindari kodratnya sebagai seorang remaja biasa. Ia juga ingin seperti
teman-temannya yang lain. Dan Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Setelah sampai di
tempat yang dimaksud Rio, Ifypun langsung masuk ke dalam tempat yang ternyata
adalah sebuah caffe. Ify celingak-celinguk mencari sosok Rio yang tak terlihat
batang hidungnya. tiba-tiba saja seluruh lampu penerang di ruangan itu padam.
Gelap. Ify bingung. Ia celingukan berharap dapat menemukan sosok Rio.
Tiba-tiba saja
sebuah lampu sorot mengarah ke sesosok laki-laki yang tengah duduk di belakang
sebuah piano. Laki-laki manis itu memberikan seulas senyuman yang begitu
menenangkan hati pada Ify. Ify yang awalnya bingung, kini ikut tersenyum
melihat senyuman manis Rio, meski Ia tau senyumannya itu tersamar oleh gelap.
Dentingan piano
terdengar membahana memenuhi ruangan hening itu. Lalu menyusul sebuah suara
lembut bernyanyi diiringi dentingan piano yang merdu itu.
Saat nanti kita tak
bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang
karna mereka
Berusaha menjauhkan
kita
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Saat kau tak di
sini
Saat nanti kita tak
bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang
karna mereka
Berusaha menjauhkan
kita
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Saat kau tak di
sini
Lampupun kembali
menyala dan terdengar tepuk tangan dari seluruh pengunjung caffe. Ify
terkagum-kagum dibuatnya. Rio turun dari panggung caffe dan menghampiri Ify.
“Gimana tadi
penampilan gue?”
“Keren banget kak.
Sumpah…,”
“Haha, makasih.
Yaudah yuk kita jalan-jalan di tempat lain,”
*******
“Pak, stop di sini
aja deh,” Ify menepuk bahu sang supir taksi yang tengah mengemudikan taksinya
dalam kecepatan rendah. Sang supirpun langsung mengehntikan laju taksinya.
“Loh kok di sini?
Emang rumah lo di sini?” tanya Rio.
“Bukan, rumah gue
di sana tuh,” Ify menunjuk sebuah rumah yang terletak tak jauh dari tempatnya
berhenti, “Yaudah, gue turun ya. Makasih kak,” Ifypun keluar dari taksi itu dan
berjalan menuju rumahnya.
Ketika di depan
rumah Ify, Rio membuka kaca taksi dan berkata, “Berarti malem ini kita ngedate
ya? Kan gue nganterin lo pulang. Daaaah,” Ify tersenyum dan terkikik kecil
mendengar ucapan Rio. Iapun segera masuk ke dalam rumahnya. Ify kembali
memanjat jendela kamarnya. Tiba-tiba saja lampu kamar menyala, dan terlihat
sosok marah sang ayah.
“Eh, ayah…” serunya
kaget.
********
Dengan langkah
gontai, Ify berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Semalam ia dimarahi
habis-habisan oleh sang ayah. Dan sebagai hukumannya, Ia tidak diberikan uang
jajan selama dua minggu. Ify menghembuskan nafas keras.
“Hey, Ify!!!” seru
Rio tiba-tiba sambil menepuk pundak Ify. Ify hanya melirik sebentar saja, lalu
kembali menghadap ke depan.
“Kenapa tuh muka
dilipet? Terus kok lo pucet ya?”
“Gue gapapa kok,
Kak,”
Namun tiba-tiba
saja setetes darah menetes dari hidung Ify, “Fy, lo mimisan lagi!!!” pekik Rio
kaget.
Ify berhenti
melangkah, lalu menyentuh hidungnya. Benar saja setetes darah terlihat menempel
pada ujung jemarinya. Ify langsung mengambil tisu dari saku kemejanya. Ia
mencoba menyumbat dan membersihkan darahnya dengan tisu tersebut.
“Lo kenapa Fy?
Kedinginan?”
Ify menggeleng
lemah. Tiba-tiba saja kepalanya terasa berat dan wajah Rio menjadi berbayang
dua. Ify tak kuat berdiri lagi, semuanya terasa gelap, dan akhirnya Ia ambruk.
Untung saja Rio dengan sigap menangkap tubuh Ify sebelum jatuh ke lantai.
“Fy… Fy!!!”
Riopun menggendong
tubuh Ify dan segera mengantarkannya pulang ke rumah.
********
Dengan panik, Rio
membuka pintu taksi dan membantu Ify turun dari dalam taksi. Ketika di tengah
perjalanan pulang tadi, Ify tersadar.
“Pelan-pelan, Fy,”
“Makasih ya, Kak.
Lo udah mau nganterin gue pulang. Gue ngerepotin lo terus kerjaannya,”
“Engga kok, Fy. Lo
ga ngerepotin gue,”
Tiba-tiba sang ayah
keluar dari dalam rumah dan menghampiri mereka berdua. Tangan Ify ditarik oleh
beliau.
“Masuk, Fy!
Masuk!!!” suruh ayah Ify.
“Ayah… Lepasin!”
Ify meronta minta dilepaskan.
Ayah Ify menatap
geram Rio yang tiba-tiba terdiam kaget. PLAAAAAAK! Satu tamparan melayang di
pipi Rio.
“AYAAAH!!” teriak
Ify kaget.
“Pergi kamu dari
sini!! Saya tidak suka kamu berhubungan dengan anak saya!!” bentak ayah Ify.
“Tapi om…”
“PERGIII!!!!” ayah
Ify mendorong dorong tubuh Rio, menyuruh Rio segera meninggalkan teras
rumahnya.
Akhirnya Riopun
memilih untuk pergi dari sana daripada membuat runyam segalanya.
“Ayah, ayah ga
seharusnya ngusir Kak Rio kaya gitu!!” protes Ify.
“Diem kamu!!
Masuk!!!”
Ifypun berlari
masuk ke dalam. Sang ayah geleng-geleng kepala kesal melihat kelakuan putri
satu-satunya itu.
********
Untuk beberapa
hari, Ify dan ayah menginap di Bogor, di rumah tante Ify. sebagai hukuman
karena sudah melanggar aturan sang ayah. Ify sudah menolak keras, namun tetap
saja sang ayah memaksa. Akhirnya mau tak mau Ify menuruti keinginan sang ayah
meski dengan berat hati.
Ify duduk di atas
bukit kebun teh. Sesampainya di Bogor, Ify langsung keluar rumah dan segera
menuju ke kebun teh ini. Ia ingin mencari udara segar. Ify mencoba menikmati
pemandangan di sana meskipun pikirannya tetap tertuju pada Rio. entah kenapa,
Ia sangat merindukan Rio.
“Loh? Ify?”
Sebuah suara
membuyarkan lamunannya. Ify celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri mencari
sumber suara yang sepertinya Ia kenal itu. Namun Ia tak menemukan sosok
siapapun di sana.
“Hey!” seru suara
itu lagi, kini sambil menepuk bahu Ify dan duduk di sebelah Ify. Ify menoleh ke
sebelah kirinya di mana orang itu duduk. Seketika Ify membelalak kaget. Sosok
yang dirindukannya kini bukan hanya dalam bentuk bayangan, tetapi kini dalam
wujud nyata dan duduk di sebelahnya dengan sebuah gitar dipangkuannya.
“Kak Rio??!!!!”
pekik Ify kaget namun tak dapat menyembunyikan rasa senangnya melihat sosok
yang dirindukannya kini nyata di hadapannya sambil memangku sebuah gitar.
“Kok lo ada di
sini, Fy?” tanya Rio.
“Iya kak, gue
dihukum sama ayah. Jadinya diungsiin ke sini deh… Lo sendiri ngapain di sini?”
“Gue mau nyari
udara seger aja di sini. Cuman sehari doang sih. Besok juga balik. Lo balik
kapan?”
“Entahlah, mungkin
minggu depan,”
“Lama amat?!!”
“Tau tuh ayah gue…
Oh ya kak, yang kemaren itu maaf ya , kak. Sakit ga kak pipinya?”
Rio menyentuh
pipinya, lalu tertawa.
“Perih sih waktu
abis ditamparnya. Tapi sekarang udah gapapa kok.”
“Lo bawa gitar?
Bisa mainnya? Mainin dong, sambil nyanyi!!” pinta Ify.
Rio menatap gitar
dipangkuannya. Lalu menoleh lagi pada Ify, “Okeh...,” Iapun mulai memetik
gitarnya, dan ketika intro selesai, Ia mulai bernyanyi.
Saat nanti kita tak
bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang
karna mereka
Berusaha menjauhkan
kita
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Saat kau tak di
sini
Saat nanti kita tak
bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang
karna mereka
Berusaha menjauhkan
kita
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Saat kau tak di
sini
“Fy…” panggilnya
pada Ify.
Ify menoleh, “Ya?”
“Gue…. sayang sama
lo…”
**********
Mereka berlari
saling berkejaran di kebun. Menikmati suasana alam kebun Bogor yang khas. Menikmati
kebersamaan mereka yang mereka harap bisa dapat terus selamanya. Memutari,
mengelilingi kebun teh sambil bergenggaman tangan erat. Berteduh di bawah pohon
yang rindang. Mereka sama-sama sedang menikmati anugrah Tuhan yang terindah, yang
pernah mereka miliki, cinta.
**********
“Sampe sini aja
deh, Kak. Takut ketauan ayah..,” Ify menghentikan langkah mereka berdua
kira-kira 10 meter. Ify takut ayahnya tau kalau Ia bertemu dengan Rio di sini.
“Hem, yaudah deh…
Kamu hati-hati ya, muka kamu pucet tuh,” ujar Rio tersenyum.
“Kamu yang harusnya
hati-hati… Hati-hati yaa.. pucet mah udah biasa kak hehe,” Ify membalas senyum
Rio.
Rio tertawa kecil, “Yaudah,
sana gih..,”
“Oke deeh… Daaaah…”
Setelah berucap seperti itu, dan memastikan bahwa senyumnya sudah dibalas oleh
Rio, Ifypun membalikkan badannya dan segera melangkah menuju ke rumah tantenya..
Sesekali Ify
menengok ke belakang, menyunggingkan sebuah senyum pada Rio. Riopun membalas
senyum Ify. Di depan pagar rumah tantenya, sebelum Ify benar-benar masuk ke dalam
rumah, Ify masih menyempatkan dirinya untuk tersenyum ke arah Rio. Dan Riopun
masih membalas senyum Ify. Dan akhirnya Ify benar-benar menghilang di balik
tembok pembatas antarrumah.
Setelah memastika
Ify masuk ke dalam rumah tantenya dengan selamat, Rio membalikkan tubuhnya dan
segera melangkah pergi menuju tempat penginapannya. Namun baru saja beberapa
langkah, Rio dikagetkan dengan suara teriakan yang menyebutka nama Ify.
“IFYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY!!!!!”
Rio yang kaget dan
panik seketika membalikkan tubuhnya dan semakin bingung dan panik kala melihat
sebuah mobil dengan terburu-buru keluar dari halaman rumah dan melewati dirinya.
Ia sangat yakin telah terjadi sesuatu pada gadis yang baru menjadi kekasihnya
beberapa jam yang lalu itu.
“IFY!! IFYYY!!!!”
Rio berlari-lari berusaha mengejar mobil itu. meskipun Ia tau Ia takkan mungkin
dapat mengejarnya.
TINTINTIN
Bunyi klakson motor
mengejutkannya. Karena terkejut dan panik antara klakson motor itu dan mobil
yang membawa Ify, Rio berhenti tiba-tiba dan langsung menoleh ke arah kanannya
di mana arah motor itu datang. Pikirannya kalut dan Ia tak mampu berfikir
dengan jernih. Ia tak tau harus berbuat apa saat itu.
Dan akhirnya, Ia
hanya mampu berteriak, “AAAAAAAAAA!!!”
Pengemodi motor
yang panikpun tak mampu mengendalikan motornya. Dan akhirnya tabrakanpun tak
terhindarlan lagi. Riopun tertabrak motor tersebut dan jatuh terguling-guling
di kubangan di jalanan itu. Rio merasakan sakit yang luar biasa di bagia tulang
rusuk dan tangan kanannya.
“Errrrrr” erang Rio
mencoba menahan sakitnya.
Seseorang menghampiri
Rio, dan membantu Rio berdiri.
“Mas, gapapa?”
“Engga apa-apa Mas.
Makasih yaaa,” ucap Rio setelah Ia berdiri. Ia mencoba memaksakan seulas
senyum.
“Beneran, Mas?”
tanya orang itu lagi.
“Iya, Mas. Bener…,”
Rio memaksakan seulas senyum meski tipis untuk membuat orang ini percaya. Tulang
rusuk dan bagian tubuh sebelas kanannya terasa seperti dilindas truk tronton.
Akhirnya orang
itupun pergi meninggalkan Rio. Rio berusaha berjala meski sempoyongan seperti
orang mabuk. Setelah beberapa meter berjalan dan Ia sudah benar-benar tak kuat
lagi, akhirnya Ia berhenti melangkah dan merasa perutnya sangat mual. Sepertinya
seluruh isi perutnya ingin keluar semua.
Rio terbatuk dan
muncratlah darah dari mulutnya. Ia terus memuntahkan darah itu dalam jumlah
yang cukup banyak. Sampai kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya. Dan akhirnya
tubuhnya kembali jatuh dan ia hanya bisa mengerang kesakitan entah pada siapa. Sendirian.
Tanpa ada yang memperdulikannya.
Bersambung……
0 komentar:
Posting Komentar